Telah kita ketahui bahwa ketika berpuasa, suami istri dilarang
berhubungan badan pada siang hari.
Kesempatan yang ada hanya pada malam
hari. Jika pada malam hari
berhubungan, tentu saja ada kewajiban baginya untuk mandi junub baik ketika itu keluar mani atau tidak. Ketika kemaluan si pria
telah masuk pada kemaluan si wanita, maka tetap wajib untuknya untuk mandi junub. Jika malam hari terasa dingin, maka tentu saja berat untuk mandi pada malam hari. Biasanya mereka menundanya sampai masuk waktu shalat shubuh. Ketika waktu shalat shubuh telah masuk, barulah mereka mandi junub.
Padahal kita tahu bersama bahwa waktu menahan diri dari berbagai pembatal ialah mulai
dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari.
Suci dari hadas besar bukan termasuk syarat sahnya puasa. Karena itu, ketika
seseorang mengalami junub pada malam hari, baik
karena basah atau sehabis melakukan hubungan badan, kemudian sampai masuk waktu
dia belum mandi wajib, maka puasanya tetap sah asalkan berhenti berhubungan badan
ketika belum masuk waktu subuh.
Allah berfirman: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Dari
Aisyah dan Ummu Salamah radhiallahu
‘anhuma, mereka menceritakan:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan istrinya.
Kemudian, beliau mandi dan berpuasa.”
(HR. Bukhari dan Turmudzi). Dalam hadits ini terdapat 2 faedah yaitu:
1.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhubungan
dengan istri beliau pada
bulan Ramadhan (di malam hari, pada saat
tidak berpuasa), lantas
beliau menunda mandinya sampai
terbit fajar. Ini menunjukkan bolehnya menunda mandi junub seperti itu.
2.
Beliau
dalam keadaan junub karena jimak yaitu
berhubungan badan dengan istrinya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah pernah ihtilam atau mimpi
basah. Mimpi basah hanyalah dari setan, sedangkan beliau sendiri merupakan orang yang ma’shum yang artinya terjaga dari kesalahan
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Jika seseorang berhubungan dengan istrinya sebelum Subuh dan ketika masuk
Subuh, ia masih dalam keadaan junub, maka ia masih boleh melakukan puasa.”
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah disebutkan, “Puasa tetap sah apabila seseorang
mendapati waktu Subuh dalam keadaan junub dan belum mandi wajib.”
Jika sudah diketahui bahwa apabila
seseorang masuk waktu Shubuh dalam keadaan junub, puasanya tetap sah, ada
catatan yang perlu diperhatikan. Orang tersebut tentulah harus menyegerakan untuk mandi. Terutama bagi laki-laki, ia harus
menyegerakan untuk mandi
junub supaya ia bisa mengikuti shalat Shubuh jama’ah di masjid karena
memang laki-laki wajib untuk shalat berjama’ah. Sedangkan untuk wanita, ia boleh menunda mandinya, asalkan dia tetap shalat Shubuh
sebelum matahari terbit.
Untuk lebih jelasnya tentang blog ini silahkan baca disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar